Buddhism Bar

Perpustakaan buddhism.

Archive for the ‘Sosial’ Category

Sangha Bhikkhuni

Posted by Lord Bharadvaja pada Januari 16, 2011

“Ananda, apabila wanita tidak diizinkan untuk meninggalkan kehidupan duniawi dan memasuki kehidupan suci (kebhikkhuan) dengan menjalani Ajaran dan Peraturan yang dipimpin oleh Sang Tathagata, Kehidupan Suci akan berlangsung dalam masa yang lama sekali dan Dhamma Yang Mulia akan bertahan seribu tahun lamanya. Tetapi sejak wanita diizinkan meninggalkan kehidupan duniawi, maka Kehidupan Suci tidak akan berlangsung lama dan Dhamma Yang Mulia hanya akan bertahan selama lima ratus tahun. Ananda dalam agama manapun ketika kaum wanitanya ditahbiskan, maka agama tersebut tidak akan bertahan lama. Seperti perumpamaan ini, Ananda, rumah yang dihuni oleh lebih banyak wanita dan laki-lakinya sedikit akan mudah dirampok. Demikian pula dimana Ajaran dan Peraturan yang mengizinkan wanita meninggalkan Kehidupan Suci tidak akan bertahan lama. Dan seperti seorang laki-laki yang akan membangun terlebih dahulu sebuah bendungan yang besar sehingga dapat menampung air, demikian pula Tathagata membentenginya dengan Delapan Peraturan Utama untuk Sangha Bhikkhuni, yang tidak boleh dilanggar selama hidup mereka.” (Vin. II, 256)

8 Peraturan itu adalah:
1. Bhikkhuni, walau telah upasampada selama seratus tahun, harus menghormat (namakkara), bangun menyambut dengan hormat pada seorang bhikkhu walau baru upasampada pada hari itu. Bhikkhuni harus menghormat peraturan ini dan tidak melanggarnya seumur hidup.
2. Bhikkhuni, tidak boleh bervassa di suatu tempat yang tidak ada bhikkhunya. Harus menghormat peraturan ini dan tidak melanggarnya seumur hidup.
3. Bhikkhuni, harus menanyakan hari uposatha dan mendengar ajaran Dhamma dari Sangha bhikkhu setiap tengah bulan. Harus menghormat peraturan ini dan tidak melanggarnya seumur hidup.
4. Bhikkhuni, setelah melaksanakan vassa, harus melakukan pavarana dalam Sangha Bhikkhu dan Sangha Bhikkhuni. Harus menghormat peraturan ini dan tidak melanggarnya seumur hidup.
5. Bhikkhuni, yang melakukan pelanggaran berat harus melakukan manata (pembersihan diri) pada Sangha Bhikkhu dan Sangha Bhikkhuni. Harus menghormat peraturan ini dan tidak melanggarnya seumur hidup.
6. Bhikkhuni, harus diupasampada dalam Sangha Bhikkhu dan Sangha Bhikkhuni, setelah dua tahun sebagai sikkhamana. Harus menghormat peraturan ini dan tidak melanggarnya seumur hidup.
7. Bhikkhuni, tidak boleh berkata kasar pada seorang bhikkhu. Harus menghormat peraturan ini dan tidak melanggarnya seumur hidup.
8. Bhikkhuni, tidak boleh mengajar bhikkhu. Tapi, bhikkhu boleh mengajar bhikkhuni. Harus menghormat peraturan ini dan tidak melanggarnya seumur hidup.

Jadi, karena Sang Buddha memenuhi permintaan para wanita untuk mendirikan sangha bhikkhuni, kemurnian ajaran Buddha cuma berlangsung selama 500 tahun. Tapi Buddha mengatakan bahwa wanita pun bisa menjadi Arahat saat ia meninggalkan kehidupanrumahtangga dan mengembangkan pikirannya. (Vin. VII, 513)

Sesudah Sang Buddha Gautama Maha Parinibbana para Bhikkhu dan Bhikkhuni pergi menyebarkan Dhamma ke seluruh penjuru dunia. Para Bhikkhuni rentan terhadap kekerasan dari para penjahat (penculikan, pembunuhan, pemerkosaan, penganiayaan) sehingga para wanita menjadi takut untuk menjadi Bhikkhuni karena dayatahan wanita lebih lemah. Dengan tidak adanya yang mau menjadi Bhikkhuni maka tidak ada regenerasi dalam Sangha Bhikkhuni. Sangha Bhikkhuni pun habis/punah, sejak dalam aturan Vinaya Bhikkhuni (Bhikkhuni vibhanga) jika ingin upasampada harus ada minimal 1 Bhikkhuni Mahathera dan 4 Bhikkhuni. Karena Bhikkhuni sudah habis maka tak bisa menghasilkan upasampada Bhikkhuni baru.
Dalam Theravada tidak di ijinkan adanya Sangha Bhikkhuni karena tidak dapat melanjutkan aturan Sangha Bhikkhuni. Tak ada lagi Sangha Bhikkhuni dalam Theravada tapi Theravada mempersilahkan para wanita untuk menjadi Anagarini/Silacarini kalau dalam Bhikkhu di sebut Samanera (calon Bhikkhu) Anagarini/Silacarini melaksanakan 10 sila (Dasasila) dan 75 Sekkhiya (aturan Samanera).

Posted in Sosial | 1 Comment »

Perbedaan Mahayana dan Theravada

Posted by Lord Bharadvaja pada Maret 26, 2009

 

Kekosongan
Mahayana: makhluk-makhluk dianggap ilusi dan tak nyata, karena yang ada cuma kosong.
Theradava: makhluk-makhluk tetap nyata dan bukan ilusi, karena dianggap kosong cuma karena tak ada intinya.

Pencapaian tertinggi
Mahayana: Menolong orang baru menolong diri sendiri.
Theravada: Menolong diri sendiri baru menolong orang.

Interpretasi
Mahayana: Cenderung tak seimbang dan hasil pemikiran tak terlatih.
Theravada: Selalu seimbang dan hasil pemikiran terlatih.

Dasar asli manusia
Mahayana: Zat Buddha.
Theravada: Bodoh, tamak, benci.

Vegetarian
Mahayana: Mengatakan Buddha menyuruh menjadi vegetarian.
Theravada: Mengatakan Buddha tak menyuruh menjadi vegetarian.

Kebahagiaan
Mahayana: Banyak ceria dan menolong orang.
Theravada: Ketaktergangguan.

Diri
Mahayana: Dibagi menjadi diri kecil, yang diartikan “pikiran yang mementingkan kepentingan sendiri” (sama seperti filsafat psikology barat) dan diri besar yaitu zat Buddha.
Theravada: Tak ada, selain kebenaran yang bersifat duniawi tentang panggilan terhadap lima aggregat. Selain itu tak ada lagi Diri Besar.

Kosmos
Mahayana: Ada tiga tubuh.
Theravada: Tak ada pembagian tubuh. Sang Buddha cuma pernah menyebut dirinya sebagai tubuh Dhamma.

Perbuatan tertinggi
Mahayana: Kasih.
Theravada: Vipassana.

Buddha sesudah Nibbana
Mahayana: Masih ada entah dimana.
Theravada: Tak ada lagi, selain kekosongan itu sendiri.

Buah latihan
Mahayana: Filsuf dan bhikku-bhikkuan.
Theravada: Bhikku dan Buddha.
Dalam rangka berat sebelah pada ide akan kebaikan (berhubung ketiadaan upekkha) para bhikku keduabelah pihak lalu bersama-sama berkumpul mencari kesamaan. Misalnya, sama-sama punya dua mata, dua telinga, dst.

Posted in Sosial | Leave a Comment »